“Book Descriptions: Pada umumnya, orang-orang lebih menyukai buku-buku yang bermuara bahagia di akhir cerita. Namun lain dengan buku ini, buku ini akan menjadi sisi lain warna dan komparasi dari kisah-kisah lainnya. Di sini kau akan merasakan seakan-akan diantar dan dipaksa merasai secara langsung bagaimana tokoh-tokoh tua—lansia—sepasang keluarga tanpa dikaruniai anak yang merasai hidup berdua dalam kesunyian, kemiskinan, perampasan tanah atas kekuasaan—pendirian pabrik, pelebaran perkebunan sawit, dan atau sepasang lansia yang memiliki anak semata wayang di usia menua, ketika tumbuh menjadi gadis diculik oleh tentara Jepang.
Ketika orang baik—penulis berbicara tentang keadilan atau kesedihan, pesakitan, dan atau dendam pada masa-masa lalu yang parah; tentang seorang menuliskan sejarah, atau semacam kisah menyinggung komunis dengan bungkus fiksi, orang-orang dengan mudah menganggap adanya kebangkitan komunis, dan akhirnya buku itu dilebel sifatnya kiri, lalu dibakar, tidak mendapatkan tempat atau ruang untuk dibicarakan baik-baik. Dengan demikian maka buku-buku lain justru akan tumbuh, beranak pinak semakin banyak. Seperti halnya fiksi—karya sastra mereka menganggap buku tak layak baca karena memiliki unsur oposisi atau makar komunisme. Entah bagaimana isi kepala mereka atau ketakutan-ketakutan bahwa sejarah akan terulang. Aku menuliskan melalui cerpen Pengarang yang Bermartabat. Bagaimana seorang penulis yang bertahan untuk hidup, justru dihalangi orang-orang yang merasa memiliki kepentingan dengan membawa nama agama. Dengan mudah orang-orang selalu membawa nama agama demi kepentingan perut dan nama baik” DRIVE