“Ya, ya, kau sudah bilang,” kata saya. “Nenekmu Indian tulen.”
“—Makanya kontolku gede,” katanya sambil menekankan jempol pada layar ponsel.
Sebuah penis, yang ukurannya biasa saja tapi hitam minta ampun, bergerak maju-mundur di saluran peranakan seorang perempuan gemuk.
“Anjing,” kata saya, dalam bahasa Indonesia.
“Gaya anjing,” kata Salvador, dalam bahasa Inggris.
(Kaum Bergajul Sedunia, Bersatulah!)
Dea Anugrah menulis puisi, kemudian cerita pendek, terutama untuk menghibur dirinya sendiri. Ketika buku-bukunya terbit dia bersiap dihajar komentar-komentar keji dan laporan penjualan yang mengenaskan. Namun, yang terjadi justru sebaliknya: buku-buku itu diterima dengan baik.
Buku ini adalah bunga rampai nonfiksi pertamanya. Ia membicarakan mulai dari perang sampai industri pisang, dari kesedihan kolektif sebuah bangsa hingga seni membikin senang bagian tubuh tertentu.” DRIVE