“Book Descriptions: Bagi Nadra, jadi isteri Raqib tidaklah sesusah mana. Tak perlu dilayan macam putera raja. Makan disuap tidur didodoi pun tidak. Pendek kata, Raqib memang suami yang sempoi. Yang sukarnya bila jadi cucu menantu bekas Leftenan Kolonel Tuan Haji Yunus. Tak habis-habis mengungkit, kononnya, dia tak pandai buat air kopi. Badannya macam papan lapis dan muka pula pucat tak berdarah. Sabar sajalah...
Dan yang lebih payah, bila jadi kakak ipar Idlan. Umur baru 16 tahun, kerenahnya sangat menyakitkan hati. Sungguh, Nadra buntu! Apa lagi yang tak kena dengan Idlan? Maka berperang psikologilah antara kakak ipar dan adik ipar. Kejap-kejap hati Nadra dilapah Idlan. Kejap-kejap, hati Idlan pula yang dicelur. Si datuk, sesekali jadi nasi tambah. Namun perang mereka, perang mulut. Tak ada senjata, tak ada yang cedera tapi bisanya tetap tusuk sampai ke hati.
Soalnya, siapa yang menang? Nadra, Idlan atau Tuan Haji Yunus? Dan Raqib... harus berpihak pada siapa? Bagi Nadra, dia tidak meminta yang lain. Hanya secebis kasih Idlan dan simpati Tuan Haji Yunus yang sangat mahal, sama macam harga cinta Raqib. Sama ada murah atau mahal, Nadra harap cinta itu jadi miliknya!” DRIVE